MEMAHAMI ATURAN PERPAJAKAN DANA DESA

19 September 2024
MUHAMMAD JADMIKO
Dibaca 32 Kali
MEMAHAMI ATURAN PERPAJAKAN DANA DESA

Salah satu tugas Kepala Urusan Keuagan sebagai pelakasana fungsi kebendaharaan sebagaimana pasal Pasal 58 Permendagri No. 20 tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa adalah berkaitan dengan perpajakan. Untuk melaksanakan tugas tersebut diperlukan pemahaman yang benar agar kegiatan pemungutan dan penyetoran pajak dari dana desa tidak menyalahi aturan yang berlaku. 

Berikut ringkasan aturan perpajakan yang berlaku pada instansi pemerintah (termasuk pemerintah desa). Materi ini didapat pada acara sosialisasi aturan perpajakan pada dana desa yang dilaksanakan oleh Kantor Pajak Kotabumi di Aula Pemda Kabupaten Tulang Bawang Barat.

 

Catatan Lain-Lain.

Sistem pemungutan pajak di Indonesia ada 3 yaitu (UU No 7 th 2021) :

  1. Self Assesment System : Merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak dilakukan secara mandiri. Dalam hal ini, kegiatan menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak dilakukan oleh wajib pajak itu sendiri. Sistem ini biasanya ditetapkan pada jenis pajak pusat, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  2. Official Assessment System : Merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang kepada fiskus (petugas pajak) sebagai pemungut pajak. Wajib pajak dalam hal ini bersifat pasif dan menunggu dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak yang ditetapkan oleh institusi pemungut pajak. Sistem ini biasanya ditetapkan pada jenis pajak daerah, seperti PBB, dan Kendaraan.
  3. Withholding System : Merupakan sistem pemungutan pajak yang membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada pihak ketiga. Sistem ini biasanya diterapkan pada perusahaan. Wajib pajak / karyawan tidak perlu membayar pajak secara mandiri.

 

Perbedaan istilah memotong dan memungut pajak pada sistem perpajakan.

Pemotongan Pajak

  1. Pemotongan Pajak diartikan sebagai pengurangan pembayaran atau penerimaan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak.
  2. Pihak yang memotong dan membayarkan pajak biasanya adalah pemberi penghasilan atau pihak yang membayarkan.
  3. Jenis pajak yang dipotong adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, dan Pajak Penghasilan (PPh). Pasal 15  

Pemungutan Pajak.

  1. Pemungutan Pajak diartikan sebagai penambahan yang berkaitan dengan jumlah tagihan atau jumlah pembayaran yang seharusnya diterima oleh wajib pajak.
  2. Pihak yang memungut dan membayarkan biasanya penerima penghasilan atau pembayaran. Namun, dalam kondisi tertentu dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan/pembayaran, sebagai contoh: Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah
  3. Jenis Pajak yang dipungut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

Contoh :

PT ABC membayar jasa konsultasi kepada PT XYZ sebesar Rp 20.000.000. Atas pembayaran tersebut maka berlaku pajak PPh23 dan PPN, sehingga :

  1. PT ABC wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2%. Maka, besaran PPh Pasal 23 adalah 2% × Rp 20.000.000 = Rp 400.000.
  2. PT XYZ wajib memungut PPN sebesar 11%, maka besaran PPN adalah 11% × Rp 20.000.000 = Rp 2.200.000.
  3. Jadi secara keseluruhan jumlah pembayaran yang dilakukan PT ABC kepada PT XYZ adalah Rp 20.000.000 + Rp 2.200.000 (PPN) – Rp 400.000 (PPh Pasal 23) = Rp 21.800.0000.
  4. PT ABC wajib membayarkan PPh23 dan PT XYZ wajib membayarkan PPN kepada kas negara, sehingga pendapatan bersih yang diterima PT XYZ adalah Rp. 19.600.000

 

Barang dan Jasa yang dibebaskan dari PPN (UU No 7 th 2021)

Barang dan jasa tertentu yang tetap diberikan fasilitas bebas PPN antara lain barang kebutuhan pokok (beras, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi), jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, vaksin, buku pelajaran dan kitab suci, air bersih termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap, listrik, rusun sederhana, rusunami, RS, RSS, jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional, mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak, minyak bumi, gas bumi, panas bumi, emas batangan dan emas granula, senjata/alutsista, dan alat foto udara.

Sedangkan barang tertentu dan jasa tertentu yang tetap tidak dikenakan PPN antara lain barang yang merupakan objek Pajak Daerah, jasa yang merupakan objek Pajak Daerah, uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, surat berharga, jasa keagamaan, dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.


semoga bermanfaat.